Marquee

:: Selamat Datang! Semoga Anda mendapatkan yang Anda cari.. :: Terima Kasih telah berkunjung :) :: Welcome! I hope you can find what you need here :: Thank You for your visits :) ::

Selasa, 13 Desember 2011

LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II PENCUCIAN DAN STERILISASI KEMASAN

LAPORAN PRATIKUM
FARMASETIKA II

PENCUCIAN DAN STERILISASI KEMASAN


Di susun oleh:
Nama : Linus Seta Adi Nugraha
No. Mahasiswa : 09.0064
Hari : Kamis - Sabtu
Tgl. Pratikum : 30 September – 9 Oktober 2010
Dosen Pembimbing :


LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI
AKADEMI FARMASI THERESIANA
SEMARANG
2010

PENCUCIAN DAN STERILISASI KEMASAN

I. TUJUAN
- Mahasiswa memahami pengertian sediaan steril,
- Mahasiswa mengenal macam sediaan steril,
- Mahasiswa mengenal macam – macam sediaan steril,
- Mahasiswa mengenal proses sterilisasi.

II. DASAR TEORI
Sediaan steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi – bagi yang bebas dari mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya, yang termasuk sediaan ini antara lain sediaan parental preparat untuk mata dan preparat irigasi (misalnya infus). Sediaan parental merupakan jenis sediaan yang unik di antara bentuk sediaan obat terbagi – bagi, karena sediaan ini disuntikan melalui kulit atau membran mukosa ke bagian tubuh yang paling efesien, yaitu membran kulit dan mukosa, maka sediaan ini harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari bahan – bahan toksis lainnya, serta harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Semua bahan dan proses yang terlibat dalam pembuatan produk ini harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi, apakah kontaminasi fisik, kimia atau mikrobiologis (Priyambodo, B., 2007).
Sediaan untuk mata (tetes mata maupun salep mata), meskipun tidak dimasukkan ke dalam rongga bagian dalam tubuh, namun ditempatkan berhubungan dengan jaringan – jaringan yang sangat peka terhadap kontaminasi. Oleh karenanya dibutuhkan standar sejenis dengan preparat (sediaan) steril lainnya. Larutan irigasi (infus) juga memiliki standar yang sama dengan larutan parental lainnya, karena selama pemberian sejumlah zat dari larutan dapat memasuki aliran darah secara langsung melalui pembuluh darah luka yang terbuka atau membran mukosa yang rusak (Priyambodo, B., 2007).
Produk steril yang banyak diproduksi di industri farmasi adalah dalam bentuk larutan terbagi (ampul) dan bentuk serbuk padat siap untuk digunakan dengan diencerkan terlebih dahulu dengan larutan pembawa (vial). Sediaan parental, bisa diberikan dengan berbagai rute : intra vena (i.v), sub cutan (s.c), intradermal, intramuskular (i.m), intra articular, dan intrathecal. Bentuk sediaan sangat mempengaruhi cara (rute) pemberian. Sediaan bentuk suspensi, misalnya tidak akan pernah diberikan secara intravena yang langsung masuk ke dalam pembuluh darah karena adanya bahaya hambatan kapiler dari partikel yang tidak larut, meskipun suspensi yang dibuat telah diberikan dengan ukuran partikel dari fase dispersi yang dikontrol dengan hati – hati. Demikian pula obat yang diberikan secara intraspinal (jaringan syaraf di otak), hanya bisa diberikan dengan larutan dengan kemurnian paling tinggi, oleh karena sensivitas jaringan syaraf terhadap iritasi dan kontaminasi (Priyambodo, B., 2007).
Wadah berhubungan erat dengan produk. Tidak ada wadah yang tersedia sekarang ini yang benar – benar tidak reaktif, terutama dengan larutan air. Sifat fisika dan kimia mempengaruhi kestabilan produk tersebut, tetapi sifat fisika diberikan pertimbangan utama dalam pemilihan wadah pelindung (Lachman, 1994).
Wadah terbuat dari berbagai macam bahan, wadah plastik, wadah gelas, dan wadah dari karet. Wadah plastik, bahan utama dari plastik yang digunakan untuk wadah adalah polimer termoplastik, unit struktural organik dasar untuk masing – masing type yang biasa terdapat dalam bidang medis. Sesuai dengan namanya, polimer termoplastik meleleh pada temperatur yang meningkat. Wadah plastik digunakan terutama karena bobotnya ringan, tidak dapat pecah, serta bila mengandung bahan penambah dalam jumlah kecil, mempunyai toksisitas dan reaktivitas dengan produk yang rendah. Suatu golongan plastik baru, poliolefin, patut disebut secara khusus, yang saat ini mendapat perhatian dalam bidang parenteral adalah polipropilen dan kopolimer polietilen – polietilen (Lachman, 1994).
Wadah Gelas masih tetap merupakan bahan pilihan untuk wadah produk yang dapat disuntikkan. Gelas pada dasarnya tersusun dari silkon dioksida tetrahedron, dimodifikasi secara fisika dan kimia dengan oksida – oksida seperti oksida natrium, kalium, kalsium, magnesium, alumunium, boron, dan besi. Gelas yang paling tahan secara kimia hampir seluruhnya tersusun dari silikon dioksida, tetapi gelas tersebut relatif rapuh dan hanya dapat dilelehkan dan dicetak pada temperatur tinggi (Lachman, 1994).
Ada tiga cara utama yang umum dipakai dalam sterilisasi yaitu penggunaan panas, penggunaan bahan kimia, dan penyaringan (filtrasi). Bila panas digunakan bersama-sama dengan uap air maka disebut sterilisasi panas lembab atau sterilisasi basah, bila tanpa kelembaban maka disebut sterilisasi panas kering atau sterilisasi kering. Sedangkan sterilisasi kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan gas atau radiasi. Pemilihan metode didasdarkan pada sifat bahan yang akan disterilkan (Hadioetomo, R. S., 1985).
Sterilisasi basah biasanya dilakukan didalam autoklaf (pada hakikatnya, autoklafg adalah pressure cooker berukuran besar) atau sterilisator uap yang mudah diangkat atau (portabel) dengan menggunakan uap air jenuh bertekanan pada suhu 121oC selama 15 menit. Karena naiknya titik didih air menjadi 121oC itu disebabkan oleh tekanan 1 atmosfer (atm) pada ketinggian permukaan laut, maka daur sterilisasi tersebut sering kali juga dinyatakan sebagai : 1 atm selama 15 menit. Namun perlu diingat bahwa pernyataan ini hanya berlaku pada tempat-tempat yang tingginya sama dengan permukaan laut. Pada tempat-tempat yang lebih tinggi diperlukan tekanan lebih besar untuk mencapai suhu 121oC. Karena itu daripada menyatakan besarnya tekanan, lebih baik menyatakan bahwa keadaan steril dicapai dengan cara mempertahankan suhu 121oC selama 15 menit. Dapat pula dipakai kombinasi suhu dan waktu yang lain yang memberikan hasil sama (Lihat tabel 1.1.) (Hadioetomo, R. S., 1985).

TEKANAN UAP (ATM) SUHU (oC) WAKTU YANG DIPERLUKAN UNTUK MEMATIKAN SPORA TAHAN PANAS (MENIT)

tekanan uap : suhu : waktu yang diperlukan untuk mematikan spora tahan panas (menit)

0,0:100:-
0,5:111,3:15-60
0,7:115,5:15-60
1,0:121,5:12-15
1,3:126,5:5-12
2,0:134,0:3-5

Tabel 1.1. Hubungan tekanan-suhu-waktu pada sterilisasi dengan uap bertekanan

Panas lembab sangat efektif meskipun pada suhu yang tidak begitu tinggi, karena uap air berkondensasi pada bahan-bahan yang disterilkan, dilepaskan panas sebanyak 686 kalori per gram uap air pada suhu 121oC. Panas ini mendenaturasikan atau mengkoagulasikan protein pada organisme hidup dan dengan demikian mematikannya. Maka sterilisasi basah dapat digunakan untuk mensterilkan bahan apa saja yang dapat ditembus uap air (minyak misalnya, tidak dapat ditembus uap air) dan tidak rusak bila dipanaskan dengan suhu yang berkisar antara 110oC dan 121oC (Hadioetomo, R. S., 1985).
Suatu siklus otoklaf yang ditetapkan dalam farmakope untuk media atau pereaksi adalah selama 15 menit pada suhu 121oC kecuali dinyatakan lain (Anonim, 1995).
Mekanisme penghancuran bakteri oleh uap air panas adalah kerena terjadinya denaturasi dan koagulasi beberapa protein esensial organisme tersebut (Ansel, 1989).
Pada umumnya metode sterilisasi ini digunakan untuk sediaan farmasi dan bahan-bahan yang dapat tahan terhadap temperatur yang dipergunakan dan penembusan uap air, tetapi tidak timbul efek yang tidak dikehendaki akibat uap air tersebut.metode ini juga dipergunakan untuk larutan dalam jumlah besar, alat – alat gelas, pembalut operasi dan instrumen. Tidak digunakan untuk mensterilkan minyak-minyak, minyak lemak, dan sediaan-sediaan lain yang tidak dapat ditembus oleh uap air atau pensterilan serbuk terbuka yang mungkin rusak oleh uap air jenuh (Ansel, 1989).
Dibandingkan dengan panas lembab, panas kering kurang efisien dan membutuhkan suhu lebih tinggi serta waktu yang lebih lama untuk sterilisasi. Hal ini disebabkan karena tanpa kelembaban tidak ada panas laten. Sebagai contoh, albumin telur dengan kelembaban 50% menggumpal pada 56oC, sedangkan tanpa kelembaban baru menggumpal pada suhu 160-175oC. Karena bentuk kehidupan yang paling tahan panas, yaitu endospora bakteri, berperilaku seakan-akan tidak mengandung kelembaban, maka panas kering harus mencapai suhu 160-175oC untuk dapat mematikannya. Hubungan antara suhu dan lamanya pemanasan yang umum digunakan dalam sterilisasi dengan panas kering adapat dilihat pada yabel 1.2. pemanasan seperti ini menjamin bahwa suhu pada benda-benda yang diapanskan dalam oven akan mencapai 160-175oC selama sekurang-kurangnya 10 menit (Hadioetomo, R. S., 1985).

SUHU (oC) : WAKTU (JAM)
170:1,0
160:2,0
150:2,5
140:3,0

Tabel 1.2. Waktu dan suhu yang sering kali digunakan untuk sterilisasi panas kering

Proses sterilisasi lain yang juga dilakukan pada suhu kamar ialah penyaringan. Dengan cara ini larutan atau suspensi dibebaskan dari semua organisme hidup dengan cara melakukannya lewat saringan dengan ukuran pori yang sedemikian kecilnya sehingga bakteri dan sel-sel yang lebih besar tertahan di atasnya, sedangkan filtratnya ditampung di dalam wadah yang steril. Beberapa contoh bahan yang biasa disterilkan dengan cara ini ialah serum, larutan bikarbonat, enzim, toksin bakteri, media sintetik tertentu, dan antibiotik (Hadioetomo, R. S., 1985).
Sterilisasi dengan penyaringan tergantung pada penghilangan mikroba secara fisik dengan adsorbsi pada media penyaring atau dengan makanisme penyaringan, digunakan untuk sterilisasi larutan yang tidak tahan panas. (Ansel, 1989).
Penyaringan – penyaringan yang ada meliputi :
Penyaring berbentuk tabung reaksi disebut sebagai ”lilin penyaring” yang dibuat dari tanah infusoria yang dikempa (penyaring Berkefeld dan Mandler).
Lilin penyaring dibuat dari porselen yang tidak dilapisi (penyaring Pasteur Chamberland, Doulton, dan Selas).
Piringan asbes yang dikempa dipasang ditempat khusus dalam peralatan saringan (penyaring Seitz dan Swinney).
GelasBuchner-jenis corong dengan pegangan gelas yang menjadi satu.
(Ansel, 1989).
Ukuran penyaring. Pengukuran porositas membran penyaring dilakukan dengan pengukuran nominal yang menggambarkan kemampuan membran penyaring untuk menahan mikroba dari galur tertentu dengan ukuran yang sesuai, bukan dengan penetapan suatu ukuran rata – rata pori dan pernyataan tentang distribusi ukuran. (Anonim, 1995).
Natrium Subcarbonas : Natrium Bikarbonat mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% NaHCO3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan (Anonim, 1995).
Pemerian : Serbuk hablur, putih. Stabil di udara kering, tetapi dalam udara lembab secara perlahan-lahan terurai. Larutan segar dalam air dingin, tanpa dikocok, bersifat basa terhadap lakmus. Kebasaan bertambah bila larutan dibiarkan, digoyang kuat atau dipanaskan. Kelarutan : Larut dalam air, tidak larut dalam etanol (Anonim, 1995).
Acidum Hydrochloridum : Asam Klorida mengandung tidak kurang dari 36,5% b/b dan tidak lebih dari 38,0 b/b HCl (Anonim, 1995).
Pemerian : Cairan tidak berwarna, berasap, bau merangsang. Jika diencerkan dengan 2 bagian volume air, asap hilang. Bobot jenis lebih kurang 1,18 (Anonim, 1995).

III. ALAT DAN BAHAN
Alat :
Tutup karet Beaker glass
Ampul Timbangan analitik
Vial Loyang
Ember plastik Plastik tahan pemanasan
Baskom plastik Sarung tangan
Autoklaf Masker
Oven Kain lap / serbet

Bahan :
Natrium bikarbonat 0,5 %
Tapol 1 %
Aquadest
HCl 2%

IV. CARA KERJA

Pencucian dan sterilisasi tutup karet

Ambil tutup karet
Cuci bersih dengan aquadest
Buat pengenceran HCl dalam baskom plastik
Rendam tutup karet dalam larutan HCl selama 2 hari
Buat larutan sama banyak tapol dan natrium bikarbonat
Rendam tutup karet dalam larutan tersebut salama 1 hari, kemudian didihkan
Bilas tutup karet dengan aquadest
Tutup karet di autoklaf dengan suhu 121oC selama 20 menit

Pencucian dan sterilisasi ampul dan vial

Cuci ampul dan vial dengan aquadest
Buat pengenceran HCl dalam ember plastik
Rendam vial dan ampul selama 2 hari
Buat larutan sama banyak tapol dan natrium bikarbonat
Rendam ampul dan vial dalam larutan tersebut salama 1 hr
Bilas tutup karet dengan aquadest
Susun dengan rapi ampul dan vial diatas loyang yang sudah tersedia
Oven ampul dan loyang pada suhu 200oC selama 1 jam

V. PEMBAHASAN

Data Praktikum :
- Perhitungan HCl
HCl yang tersedia adalah HCl 36%
HCl yang dibutuhkan adalah HCl 2%

Pengenceran :
- Vial
Dibutuhkan larutan HCl 2% sebanyak 3 liter
V1 x N1 = V2 x N2
3000 ml x 2 = V2 x 36
V2 = 166,666 ml
= 167 ml
HCl 36% = 167 ml diencerkan dengan aqua sampai 3000 ml

- Ampul
Dibutuhkan larutan HCl 2% sebanyak 1,5 liter
V1 x N1 = V2 x N2
1500 ml x 2 = V2 x 36
V2 = 83,333 ml
= 83 ml
HCl 36% = 83 ml diencerkan dengan aqua sampai 1500 ml

- Tutup karet
Dibutuhkan larutan HCl 2% sebanyak 1,5 liter
V1 x N1 = V2 x N2
1500 ml x 2 = V2 x 36
V2 = 83,333 ml
= 83 ml
HCl 36% = 83 ml diencerkan dengan aqua sampai 1500 ml

Larutan Natrium Bikarbonat dan Tapol
- Vial
Natrium Bikarbonat = 0,5/100 x 1500 ml
= 7,5 ml + aqua sampai 1,5 liter
Tapol = 1/100 x 1500 ml
= 15 ml + aqua sampai 1,5 liter

- Ampul
Natrium Bikarbonat = 0,5/100 x 3000 ml
= 15 ml + aqua sampai 3 liter
Tapol = 1/100 x 3000 ml
= 30 ml + aqua sampai 3 liter

- Tutup Karet
Natrium Bikarbonat = 0,5/100 x 1500 ml
= 7,5 ml + aqua sampai 1,5 liter
Tapol = 1/100 x 1500 ml
= 15 ml + aqua sampai 1,5 liter

Pembahasan
Pada saat melakukan sterilisasi, wadah dan atau tutup yang di sterilisasi sebaiknya di sterilkan sampai benar-benar steril. Hal ini dimaksudkan agar wadah dan atau tutup tersebut tidak mencemari bahan obat yang akan dimasukan kedalamnya.
Sterilisasi juga menggunakan metode perebusan terutama untuk bahan yang terbuat dari karet. Tujuan utama dari proses ini adalah untuk membuat spora jamur yang masih ada menjadi bentuk aktif (vegetatif) sehingga bahan desinfektan dapat membunuh spora jamur tersebut. Perebusan digunakan pada tutup karet karena tutup karet tidak tahan terhadap panas dari oven, sehingga cukup dipanaskan dengan cara direbus.
HCl berguna untuk melarutkan kotoran-kotoran yang ada pada bahan yang akan disterilakan. Sedangkan bahan direndam selama 2 hari dalam larutan HCl adalah agar kotoran-kotoran yang menempel dapat hilang dengan sempurna. Selain itu juga untuk membunuh bakteri-bakteri yang tidak tahan terhadap asam.
Tapol yang digunakan dalam sterilisasi kali ini berguna sebagai desinfektan. Sedangkan Natrium bikarbonat digunakan sebagai penjernih.
Pada saat dipanaskan dalam oven, penempatan bahan yang akan disterilisasi harus diberi jarak/renggang. Hal ini bertujuan agar pada saat pemanasan, bahan tidak pecah atau retak karena bahan tersebut akan memuai pada pemanasan.

VI. KESIMPULAN
1. Pada saat melakukan sterilisasi, wadah yang disterilkan harus benar-benar bersih agar bahan yang akan dimasukan tidak terkontaminasi.
2. Sterilisasi hendaknya memperhatikan sifat dari bahan yang akan disterilkan sehingga didapat sterilisasi yang maksimal.

VII. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, ed ke 4, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Hadioetomo, R. S., 1985, Mikrobiologi Dasar dalam Praktek, PT. Gramedia, Jakarta.
Lachman, Lieberman, Kanig, 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri II, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Priyambodo, B., 2007, Manajemen Farmasi Industri, Global Pustaka Utama, Yogyakarta.

DOWNLOAD PDF

LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II SEDIAAN INJEKSI RINGER LAKTAT

LAPORAN PRATIKUM
FARMASETIKA II

SEDIAAN INJEKSI RINGER LAKTAT
R~en~L

Di susun oleh:
Nama : Linus Seta Adi Nugraha
No. Mahasiswa : 09.0064

LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI
AKADEMI FARMASI THERESIANA
SEMARANG
2010

SEDIAAN STERIL INJEKSI
RINGER LAKTAT
R~en~L

I. TUJUAN

• Mahasiswa memahami pengertian sediaan injeksi,
• Mahasiswa mengetahui macam sediaan steril,
• Mahasiswa mengetahui syarat sediaan injeksi,
• Mahasiswa memahami prosedur pembuatan sediaan injeksi,
• Mahasiswa mengetahui dan memahami uji kualitas yang perlu dilakukan terhadap sediaan injeksi.

II. DASAR TEORI

Ringeris Lactatis Injectio
Injeksi ringer laktat adalah larutan steril dari Kalsium Klorida, Kalium Klorida, Natrium Laktat dalam air untuk injeksi; tiap 100ml mengandung tidak kurang dari 285,0 mg dan tidak lebih dari 315,0 mg natrium (sebagai NaCl dan C3H5NaO3) , tidak kurang dari 14,1 mg dan tidak lebih dari 17,3 mg kalium (K, setara dengan tidak kurang dari 27,0 mg dan tidak lebih dari 33,0 mg KCl), tidak kurang dari 4,90 g dan tidak lebih dari 6,00 mg kalsium (Ca, setara dengan tidak kurang dari 18,0 mg dan tidak lebih dari 22,0 mg CaCl2.2H2O), tidak kurang dari 368,0 mg dan tidak lebih dari 408,0 mg klorida (Cl, sebagai NaCl,KCl dan CaCl2.2H2O ), dan tidak kurang dari 231,0 mengandung tidak lebih dari 261,0 mg laktat (C3H5O3, setara dengan tidak kurang dari 290,0 mg dab tidak lebih dari 330,0 mg C3H5NaO3). Injeksi Ringer Laktat tidak boleh mengandung bahan antimikroba.
[Catatan Injeksi Ringer Laktat mengandung kalsium, kalium dan natrium berturut-turut lebih kurang 2,7;4 dan 130 miliekuivalen per liter.] (Anonim,1995).

Natrii Chlorida
Hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau serbuk putih; rasa asin. Mudah larut dalam air; sedikit lebih mudah larut dalam air mendidih ; larut dalam gliserin; sukar larut dalam etanol (Anonim,1995).

Kalii Chloridum
Hablur bentuk memanjang, prisma atau kubus, tidak berwarna, atau serbuk granul putih; tidak berbau; rasa garam ; stabil di udara; larutan bereaksi netral terhadap lakmus. Kelarutan : Mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air mendidih; tidak larut dalam etanol (Anonim,1995).

Calcii Chlorida
Granul atau serpihan, putih ,keras; tidak berbau. Mudah laut dalam air, dalam etanol,dan dalam etanol mendidih; sangat mudah larut dalam air panas (Anonim,1995).

Wadah untuk injeksi, wadah untuk injeksi termasuk penutup tidak boleh berinteraksi melalui berbagai cara baik secara fisik maupun secara kimiawi dengan sediaan, yang dapat membuat kekuatan, mutu atau kemurnian di luar persyaratan resmi dalam kondisi biasa pada waktu penanganan, pengangkutan, penyimpanan, penjualan dan penggunaan, wadah terbuat dari bahan yang dapat mempermudah pengamatan terhadap isi. Tipe kaca yang dianjurkan untuk tiap sediaan umumnya tertera dalam masing-masing monografi (Anonim, 1995).

Produk steril yang banyak diproduksi di industri farmasi adalah dalam bentuk larutan terbagi (ampul) dan bentuk serbuk padat siap untuk digunakan dengan diencerkan terlebih dahulu dengan larutan pembawa (vial). Sediaan parental, bisa diberikan dengan berbagai rute : intra vena (i.v), sub cutan (s.c), intradermal, intramuskular (i.m), intra articular, dan intrathecal. Bentuk sediaan sangat mempengaruhi cara (rute) pemberian. Sediaan bentuk suspensi, misalnya tidak akan pernah diberikan secara intravena yang langsung masuk ke dalam pembuluh darah karena adanya bahaya hambatan kapiler dari partikel yang tidak larut, meskipun suspensi yang dibuat telah diberikan dengan ukuran partikel dari fase dispersi yang dikontrol dengan hati – hati. Demikian pula obat yang diberikan secara intraspinal (jaringan syaraf di otak), hanya bisa diberikan dengan larutan dengan kemurnian paling tinggi, oleh karena sensitivitas jaringan syaraf terhadap iritasi dan kontaminasi (Priyambodo, B., 2007).

- Pembuatan Produk Parenteral
Bila formula suatu produk parenteral telah ditentukan, meliputi pemilihan pelarut atau pembawa dan zat penambah yang tepat, ahli farmasi pembuat harus mengikuti prosedur aseptis dengan ketat dalam pembuatan produk yang disuntikkan. Di sebagian besar pabrik daerah di mana produk parenteral dibuat dipertahankan bebas dari bakteri dengan cara menggunakan sinar ultra violet, penyaringan udara yang masuk, peralatan produksi yang steril seperti labu-labu, pipa-pipa penghubung, saringan-saringan dan pakaian pekerja disterilkan (Ansel, 1989).

- Pengemasan, Pemberian Etiket dan Penyimpanan Obat Suntik
Wadah obat suntik, termasuk tutupnya harus tidak berinteraksi dengan sediaan, baik secara fisik maupun kimia sehingga akan mengubah kekuatan dan efektivitasnya. Bila wadah dibuat dari gelas, maka gelas harus jernih dan tidak berwarna atau berwarna kekuningan, untuk memungkinkan pemeriksaan isinya. Jenis gelas yang sesuai dan dipilih untuk tiap sediaan parenteral biasanya dinyatakan dalam masing-masing monograf. Obat suntik ditempatkan di dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis berganda. Menurut definisi wadah dosis tunggal (Ansel,1989).

Wadah dosis tunggal umumnya disebut ampul, tertutup rapat dengan melebur wadah gelas dalam kondisi aseptis. Wadah gelas dibuat mempunyai leher agar dapat dengan mudah dipisahkan dari bagian badan wadah tanpa terjadi serpihan-serpihan gelas. Sesudah dibuka, isi sampul dapat dihisap ke dalam alat suntik dengan jarum hipodermis. Sekali dibuka, ampul tidak dapat ditutup kembali dan digunakan lagi untuk suatu waktu kemudian, karena sterilitas isinya tidak dapat dipertanggung jawabkan lagi. Beberapa produk yang dapat disuntikkan dikemas dalam alat suntik yang diisi sebelumnya dengan atau tanpa cara pemberian khusus. Jenis gelas untuk wadah produk parenteral telah ditentukan di Bab 5 dan sebaliknya diingat kembali. Jenis I, II, III adalah jenis yang untuk produk parenteral. Jenis yang paling tahan terhadap zat kimia adalah jenis I. Jenis gelas yang akan digunakan sebagai wadah obat suntik tertentu dinyatakan dalam masing-masing monograf sediaan (Ansel, 1989).

Satu persyaratan utama dari larutan yang diberikan secara parenteral ialah kejernihan. Sediaan itu harus jernih berkilauan dan bebas dari semua zat-zat khusus yaitu semua yang bergerak, senyawa yang tidak larut, yang tanpa disengaja ada. Termasuk pengotoran-pengotoran seperti debu, serat-serat baju, serpihan-serpihan gelas, kelupasan dari wadah gelas atau plastik atau tutup atau zat lain yang mungkin ditemui, yang masuk ke dalam produk selama proses pembuatan, penyimpanan dan pemberian (Ansel,1989).

Untuk mencegah masuknya partikel yang tidak diinginkan ke dalam produk parenteral, sejumlah tindakan pencegahan harus dilakukan selama pembuatan dan penyimpanan. Misalnya, larutan parenteral umumnya pada akhirnya disaring sebelum dimasukkan ke dalam wadah. Wadah harus dipilih dengan teliti, yang secara kimia tahan terhadap larutan yang akan dimasukkan dan mempunyai kualitas yang paling baik untuk memperkecil kemungkinan terkelupasnya wadah dan kelupasan masuk ke dalam larutan. Telah diakui, kadang-kadang ditemui beberapa zat tertentu dalam produk parenteral yang berasal dari kelupasan wadah gelas atau plastik. Bila wadah telah dipilih untuk dipakai, wadah harus dicuci dengan seksama agar bebas dari semua zat asing. Selama pengisian wadah, harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh proses pengisian untuk mencegah masuknya debu yang dikandung udara, serat kain, atau pengotoran-pengotoran lain ke dalam wadah. Persyaratan penyaringan dan petunjuk aliran udara pada daerah produksi berguna dalam menurunkan kemungkinan pengotoran (Ansel, 1989).


III. ALAT DAN BAHAN
Alat :
Autoklaf
Timbangan analitik
Kertas saring
Glassware
Botol vial

Bahan :
Natrium Laktat
Natrium Klorida
Kalium Klorida
Kalsium Klorida
Aqua p.i.


IV. FORMULA

R/ Natrium laktat 0,31
NaCl 0,6
KCl 0,03
CaCl2.2H2O 0,01
Aqua p.i. ad 100,0 ml


V. PERHITUNGAN

Perhitungan tonisitas berdasarkan rumus White Vincent :

Diketahui
E Na laktat = 0,55
E NaCl = 1
E KCl = 0,76
E CaCl2.2H2O = 0,51

Sediaan dibuat 100 ml
Volume sediaan = 100 ml
Na laktat = 0,31 gram
V = W x E x 111,1
= 0,31 x 0,55 x 111,1
= 18,943 ml
NaCl = 0,6 gram
V = W x E x 111,1
= 0,6 x 1 x 111,1
= 66,66 ml

KCl = 0,03 gram
V = W x E x 111,1
= 0,03 x 0,76 x 111,1
= 2,533 ml

CaCl2.2H2O = 0,01
V = W x E x 111,1
= 0,01 x 0,51 x 111,1
= 0,567 ml

Volume total = 18,943 + 66,66 + 2,533 + 0,567 = 88,703 ml

Karena 88,702 ml < 100 ml Maka, larutan dikatakan hipotonis. VNaCl = 100 – 88,703 = 11,297 ml Larutan Hipotonis 11,297 ml NaCl yang ditambahkan = 11,297/111,1 = 0,1017 gram NaCl yang ditimbang = 0,6 + 0,1017 = 0,7017 gram Jumlah Bahan (+ overmat 10%) Na Laktat = 0,31 gram + (10% x 0,31) = 0,341 gram NaCl = 0,7017 gram + (10% x 0,7017) = 0,772 gram KCl = 0,03 gram + (10% x 0,03) = 0,303 gram CaCl2.2H2O = 0,01 gram + (10% x 0,01) = 0,011 gram Aqua p.i. ad 110 ml Perhitungan tonisitas berdasarkan rumus penurunan titik beku : Nilai penurunan titik beku masing-masing zat adalah : Na Laktat 0,31 NaCl 0,576 KCl 0,439 CaCl2.2H2O 0,3 Kadar zat dalam % Na Laktat 0,31 NaCl 0,6 KCl 0,03 CaCl2.H2O 0,01 Dihitung sebagai berikut : B = 0,52 – (0,31 x 0,31) + (0,6 x 0,576) + (0,03 x 0,439) + (0,01 x 0,3)/0,576 = 0,52 – 0,45787/0,576 = 0,1079 g/100 ml => 0,108 g/100 ml

Jadi NaCl yang ditambahkan 0,108 gram

NaCl = 0,6 + 0,108 = 0,708 gram

Jumlah Bahan (+ overmat 10%)
Na Laktat = 0,31 gram + (10% x 0,31) = 0,341 gram
NaCl = 0,708 gram + (10% x 0,708) = 0,778 gram
KCl = 0,03 gram + (10% x 0,03) = 0,303 gram
CaCl2.2H2O = 0,01 gram + (10% x 0,01) = 0,011 gram
Aqua p.i. ad 110 ml

Jumlah bahan yang dipakai adalah menurut perhitungan penurunan titik beku.
VI. CARA KERJA

1. Hitung tonisitas larutan dari formula di atas (jika belum isotonis, hitung berapa banyak NaCl yang dibutuhkan untuk membuat larutan isotonis)
2. Didihkan aquadest.
3. Semua bahan dilarutkan ke dalam aquadest panas
4. Periksa pH larutan apakah telah mencapai antara 5 – 7; jika kurang asam ditambahkan HCl 0,1 N; jika kurang basa bisa ditambah NaOH 0,1 N
5. Sisa aquadest ditambahkan
6. Larutan digojok dengan karbo adsorben 0,1% yang telah diaktifkan selama 5-10 menit, diamkan, dan disaring hingga jernih
7. Masukan larutan dalam vial
8. Larutan disterilisasi dengan autoklaf pada 121oC selama 20 menit
9 Setelah dingin, lakukan uji-uji berikut :
a. pH larutan
b. Kebocoran
c. Partikel
d. Kejernihan
e. Keseragaman volume
10. Beri etiket


VII. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini, dibuat sediaan injeksi ringer laktat dengan zat aktif Natrium laktat, NaCl, KCl, dan CaCl2. Sediaan ini dibuat dalam kemasan vial dengan volume 10 ml (jumlah 10 vial, jadi volume total 100 ml).
Dalam pembuatannya, sediaan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan untuk sediaan parenteral, seperti syarat isohidris, steril, bebas pirogen, dan isotonis. Hal ini dikarenakan, pemberiaan sediaan ini langsung diinjeksikan melalui pembuluh darah.
Volume sediaan yang dibuat adalah 100 ml, namun pada peritungan jumlah bahan perlu dilebihkan 10% nya, yaitu sekitar 10 ml dari volume awal. Hal ini dilakukan karena dikhawatirkan adanya penguapan yang terjadi pada waktu proses sterilisasi yang mana menggunakan sterilisasi uap panas. Selain itu, hal ini juga dimaksudkan untuk mengganti kehilangan bahan pada waktu proses pembuatan, yaitu pada waktu penyaringan atau adanya bahan yang tertinggal pada alat-alat praktikum.
Perhitungan menggunakan rumus White Vincent menghasilkan larutan yang isotonis, selain itu dapat pula digunakan rumus penurunan titik beku. Zat pengisotonis yang digunakan pun tidak hanya NaCl, namun dapat pula digunakan dextrose. Tetapi karena sediaan yang dibuat kali ini hanya berisi elektrolit, maka bahan pengisotonis yang digunakan hanya NaCl.
Selain isotonis, sediaan juga harus bersifat isohidri, yaitu pH sediaan harus sama atau paling tidak mendekati pH fisiologis tubuh, yaitu 6,8 – 7,4. Hal ini dimaksudkan agar sediaan tidak menyebabkan phlebesetis (inflamasi pada pembuluh darah) dan throbosis (timbulnya gumpalan darah yang dapat menyumbat pembuluh darah). Selain itu, tujuan dari pengaturan pH ini adalah agar sediaan yang dibuat tetap stabil pada penyimpanan.
Bahan pembawa yang digunakan adalah Aqua Pro Injection bebas CO2. Karena CO2 dapat bereaksi dengan salah satu bahan obat dalam sediaan ini, yaitu CaCl2 membentuk CaCl3 yang berbentuk endapan. Hal inilah pula yang mungkin dapat menjelaskan kenapa beberapa sediaan yang dibuat terdapat endapan. Karena pada waktu pembuatan sediaan, aqua yang digunakan terlalu lama kontak dengan udara sehingga CO2 dalam aqua akan bereaksi dengan CaCl2.
Sediaan yang dibuat ini harus bebas dari pirogen. Oleh karena itu, pada proses pembuatan ditambahkan 0,1% karbon aktif dari volume sediaan. Kadar karbon aktif 0,1% dianggap efektif untuk menyerap pirogen yang terdapat di dalam sediaan. Apabila kadar tersebut kurang atau lebih dari 0,1%, dapat menyebabkan tidak aktifnya pengikatan dan penyerapan pirogen.


VIII KESIMPULAN

1. Pembawa yang digunakan harus Aqua Pro Injection yang bebas CO2 karena CaCl2 dalam sediaan dapat berikatan dengan CO2 menghasilkan endapan CaCl3.
2. Agar sediaan bebas pirogen maka harus ditambahkan karbon yang telah diaktifkan sebanyak 0,1%.
3. Untuk pembuatan sediaan parenteral harus isotonis, isohidri, steril dan bebas pirogen. Sebaiknya dilakukan uji kualitas dari masing-masing persyaratan agar didapatkan sediaan yang memenuhi syarat dan juga untuk meningkatkan mutu dari sediaan yang dibuat.


IX. DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk sediaan Farmasi, Ed ke 4, Penerbit U I, Jakarta.

Priyambodo, B., 2007, Manajemen Farmasi Industri, Global Pustaka Utama, Yogyakarta.


Semarang, November 2010
Praktikan

Linus Seta Adi Nugraha

DOWNLOAD PDF

LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II SEDIAAN INJEKSI AMINOPHYLLIN 2,4%

LAPORAN PRATIKUM
FARMASETIKA II

SEDIAAN INJEKSI AMINOPHYLLIN 2,4%

Di susun oleh:
Nama : Linus Seta Adi Nugraha
No. Mahasiswa : 09.0064
Tgl. Pratikum : 28 Oktober-4 November 2010

LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI
AKADEMI FARMASI THERESIANA
SEMARANG
2010

SEDIAAN STERIL INJEKSI
AMINOPHILIN 2,4 %


I. TUJUAN

• Mahasiswa memahami pengertian sediaan injeksi,
• Mahasiswa mengetahui macam sediaan steril,
• Mahasiswa mengetahui syarat sediaan injeksi,
• Mahasiswa memahami prosedur pembuatan sediaan injeksi,
• Mahasiswa mengetahui dan memahami uji kualitas yang perlu dilakukan terhadap sediaan injeksi.

II. DASAR TEORI

Aminophilin : Butir atau serbuk putih atau agak kekuningan, bau amonia lemah, rasa pahit. Jika di biarkan di udara terbuka, perlahan-lahan kehilangan etilenadiamina dan menyerap karbondioksida dengan melepaskan teophilin. Larutan bersifat basa terhadap kertas lakmus. Tidak larut dalam etanol dan dalam eter. Larutan 1 gr dalam 25 ml air menghasilkan larutan jernih, larutan 1 gr dalam 5 ml air menghablur jika didiamkan dan larut kembali jika ditambah sedikit etilendiamina (Anonim, 1995).

Injeksi Aminophyllin mengandung Teophylina, C7H5N4O2, tidak kurang dari 73.5% dan tidak lebih dari 88.25% dari jumlah yang tertera pada etiket. Penetapan kadar Teophylina sejumlah volume injeksi yang diukur seksama setara dengan lebih kurang 300 mg aminofilina, masukkan ke dalam labu Erlenmeyer 250 ml, tambahkan air secukupnya hingga lebih kurang 40 ml, kemudian ammonia encer P, lanjutkan penetapan teopylina menurut cara yang tertera aminophyllinum, mulai dari tambahkan 20 ml perak nitrat 0.1 N, 1 ml perak nitrat 0.1 N setara dengan 3.005 mg C2H8N2. Penyimpanan dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda, sebaiknya dalam wadah dosis tunggal, terlindung dari cahaya (Anonim, 1979).

Produk steril yang banyak diproduksi di industri farmasi adalah dalam bentuk larutan terbagi (ampul) dan bentuk serbuk padat siap untuk digunakan dengan diencerkan terlebih dahulu dengan larutan pembawa (vial). Sediaan parental, bisa diberikan dengan berbagai rute : intra vena (i.v), sub cutan (s.c), intradermal, intramuskular (i.m), intra articular, dan intrathecal. Bentuk sediaan sangat mempengaruhi cara (rute) pemberian. Sediaan bentuk suspensi, misalnya tidak akan pernah diberikan secara intravena yang langsung masuk ke dalam pembuluh darah karena adanya bahaya hambatan kapiler dari partikel yang tidak larut, meskipun suspensi yang dibuat telah diberikan dengan ukuran partikel dari fase dispersi yang dikontrol dengan hati – hati. Demikian pula obat yang diberikan secara intraspinal (jaringan syaraf di otak), hanya bisa diberikan dengan larutan dengan kemurnian paling tinggi, oleh karena sensivitas jaringan syaraf terhadap iritasi dan kontaminasi (Priyambodo, B., 2007).

- Pembuatan Produk Parenteral
Bila formula suatu produk parenteral telah ditentukan, meliputi pemilihan pelarut atau pembawa dan zat penambah yang tepat, ahli farmasi pembuat harus mengikuti prosedur aseptis dengan ketat dalam pembuatan produk yang disuntikkan. Di sebagian besar pabrik daerah di mana produk parenteral dibuat dipertahankan bebas dari bakteri dengan cara menggunakan sinar ultra violet, penyaringan udara yang masuk, peralatan produksi yang steril seperti labu-labu, pipa-pipa penghubung, saringan-saringan dan pakaian pekerja disterilkan (Ansel, 1989).

- Pengemasan, Pemberian Etiket dan Penyimpanan Obat Suntik
Wadah obat suntik, termasuk tutupnya harus tidak berinteraksi dengan sediaan, baik secara fisik maupun kimia sehingga akan mengubah kekuatan dan efektivitasnya. Bila wadah dibuat dari gelas, maka gelas harus jernih dan tidak berwarna atau berwarna kekuningan, untuk memungkinkan pemeriksaan isinya. Jenis gelas yang sesuai dan dipilih untuk tiap sediaan parenteral biasanya dinyatakan dalam masing-masing monograf. Obat suntik ditempatkan di dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis berganda. Menurut definisi wadah dosis tunggal (Ansel,1989).

Wadah dosis tunggal umumnya disebut ampul, tertutup rapat dengan melebur wadah gelas dalam kondisi aseptis. Wadah gelas dibuat mempunyai leher agar dapat dengan mudah dipisahkan dari bagian badan wadah tanpa terjadi serpihan-serpihan gelas. Sesudah dibuka, isi sampul dapat dihisap ke dalam alat suntik dengan jarum hipodermis. Sekali dibuka, ampul tidak dapat ditutup kembali dan digunakan lagi untuk suatu waktu kemudian, karena sterilitas isinya tidak dapat dipertanggung jawabkan lagi. Beberapa produk yang dapat disuntikkan dikemas dalam alat suntik yang diisi sebelumnya dengan atau tanpa cara pemberian khusus. Jenis gelas untuk wadah produk parenteral telah ditentukan di Bab 5 dan sebaliknya diingat kembali. Jenis I, II, III adalah jenis yang untuk produk parenteral. Jenis yang paling tahan terhadap zat kimia adalah jenis I. Jenis gelas yang akan digunakan sebagai wadah obat suntik tertentu dinyatakan dalam masing-masing monograf sediaan (Ansel, 1989).

Satu persyaratan utama dari larutan yang diberikan secara parenteral ialah kejernihan. Sediaan itu harus jernih berkilauan dan bebas dari semua zat-zat khusus yaitu semua yang bergerak, senyawa yang tidak larut, yang tanpa disengaja ada. Termasuk pengotoran-pengotoran seperti debu, serat-serat baju, serpihan-serpihan gelas, kelupasan dari wadah gelas atau plastik atau tutup atau zat lain yang mungkin ditemui, yang masuk ke dalam produk selama proses pembuatan, penyimpanan dan pemberian (Ansel,1989).

Untuk mencegah masuknya partikel yang tidak diinginkan ke dalam produk parenteral, sejumlah tindakan pencegahan harus dilakukan selama pembuatan dan penyimpanan. Misalnya, larutan parenteral umumnya pada akhirnya disaring sebelum dimasukkan ke dalam wadah. Wadah harus dipilih dengan teliti, yang secara kimia tahan terhadap larutan yang akan dimasukkan dan mempunyai kualitas yang paling baik untuk memperkecil kemungkinan terkelupasnya wadah dan kelupasan masuk ke dalam larutan. Telah diakui, kadang-kadang ditemui beberapa zat tertentu dalam produk parenteral yang berasal dari kelupasan wadah gelas atau plastik. Bila wadah telah dipilih untuk dipakai, wadah harus dicuci dengan seksama agar bebas dari semua zat asing. Selama pengisian wadah, harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh proses pengisian untuk mencegah masuknya debu yang dikandung udara, serat kain, atau pengotoran-pengotoran lain ke dalam wadah. Persyaratan penyaringan dan petunjuk aliran udara pada daerah produksi berguna dalam menurunkan kemungkinan pengotoran (Ansel, 1989).

Teks lengkap klik link berikut
DOWNLOAD PDF